Minggu

SISTEM ELITE



Anda pasti pernah membaca sekilas atau barangkali mendengar berita-berita seperti ini : Seorang ibu membunuh ketiga anaknya, lantaran alasan klasik, yakni alasan ekonomi; penemuan bayi di gorong-gorong, pos satpam; penemuan beberapa potongan tubuh; pemerkosaan beruntun; sampai kepada berita mencengangkan yaitu seorang ayah yang tega memperkosa anak perempuannya sendiri hingga hamil beberapa kali.
Simak dan coba renungkan apa yang kemudian terjadi pada diri anda. Semua berita di atas, akan berlalu pastinya, tapi kini cara berlalunya mulai bergeser, yaitu berlalu begitu saja, seolah masalah seperti penyaksian tentang perampokan uang dua ratus ribu Rupiah di jalanan, barangkali. Ibaratnya bubur ayam, rasanya akan terasa kurang bila dikonsumsi dalam keadaan dingin.
Sekarang, mari kita beralih ke daerah ‘kursi-kursi terhormat’. Lihatlah mereka, para pemimpin yang berkuasa. Para pemimpin kita ini, terlalu sibuk dengan rentetan angka-angka yang sepertinya tidak akan pernah usai. Sibuk dengan tetek-bengeknya urusan partai politik, pembagian jatah parlemen, tenggelam dalam urusan pembagian komisi, kompensasi, bahkan persiapan dinas ke luar negeri. Bayangkan saja, untuk belajar dan paham akan soal etika, tujuannya adalah Yunani, dengan rencana dana yang akan dianggarkan adalah sebesar 2,2 M Rupiah. Berapa jumlah sekolah yang dapat dibangun dengan uang sebesar itu?
Memang etika disertai denagn integritas dan kompetensi adalah ketiga argumen impiratif yang dapat menyelamatkan para legislator dari sistem yang mereka bangun selama bertahun-tahun selama ini. Akan tetapi, dimanakah letak kekuatan diplomasi, retorika, dan citra diri mereka? Wabah sistem elite yang dibuat oleh para elite (pemimpin) itu sendiri, setidaknya kini efeknya telah memperdaya , mengeksploitasi, bahkan menjadikan rakyat lemah sebagai korban kemajuan pembangunan.

Para elite tersebut jaya denagn sistemnya yang ternyata memberi dampak dan resiko luar biasa bagi peri kehidupan berbangsa dan berbudaya hingga ke sela-sela kehidupan pribadi mereka. Bukannya tidak ingin menjadikan rakyat turut maju (dan sebaiknya memang harus maju) dalam pembangunan, tapi lihatlah kenyataan yang terselubung di balik itu semua. Mereka yang lagi-lagi menjadi korban dari sistem para elite itu. Tak jelas, tak terterap, apalagi terserap akan argumen impiratif, apakah lewat proses asimilasi maupun akulturasi.
Kita sendiri pun sesungguhnya kini sudah sulit untuk menyangkal hal ini. Pasca Reformasi, kita telah disibukkan atau barangkali menyibukkan diri dengan berbagai sistem dan cara hidup yang secara tak langsung mulai menjurus ke arah yang melupakan apa itu manusia.
Cermati kembali berita-berita tersebut. Manusia, rakyat, masyarakat atau bangsa, kini telah benar-benar mencapai puncak ketidakberdayaannya pada sistem slite ini. Sistem yang begitu kuat pengaruhnya dari para pemimpin yang berkuasa. Secara psikotik, akan muncul tekanan dalam diri para manusia itu dimana mulai menghancurkan budaya dan peradabannya sendiri. Apakah itu yang dikehendaki?


Biodata Penulis
Judika Lestari M.
Fakultas Hukum Unpad 09
Antapani, Bandung.
0812220703850
lovely_tiano7@yahoo.com

2 komentar:

  1. Sistem elite memang sudah menjangkiti para pemimpin kita, menjadikan rakyat tambah sengsara, dan makin mensuburkan kaum elite..
    rakyat hanya dianggap sampah dan rakyat tidak dapat berbuat apa2. Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa sudah sepatutnya membela rakyat..

    BalasHapus
  2. Kang Dikdik, untuk menghapus postingan ini bagaimana ya? Karena mencantumkan nomor kontak saya. terima kasih. Judika

    BalasHapus

INFO KSH : SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI KSH FH UNPAD ---- INFO KSH : PELANTIKAN KSH FH UNPAD @ VILLA ISTANA BUNGA, 10-11 NOVEMBER 2012