Minggu

ANTROPOLOGI BUDAYA (Semester II)

MAHLUK MANUSIA

1. MAHLUK MANUSIA DI ANTARA MAHLUK-MAHLUK LAIN
Pada abad ke-19 para ahli biologi, dan yang terpenting di antara mereka C. Darwin, mengumumkan teori mereka tentang proses evolusi biologi. Dalam jangka waktu beratus-ratus juta tahun lamanya timbul dan berkembang bentuk-bentuk hidup berupa mahluk-mahluk dengan organism yang makin lama makin complex, dan pada kata-kata terakhir ini telah berkembang atau berevolusi mahluk-mahluk seperti kera dan manusia.
Untuk mendapat suatu pengertian tentang jumlah aneka warna mahluk hidup yang bermacam-macam, para ahli biologi telah membuat suatu sistem klasifikasi di mana semua mahluk di dunia telah mendapat tempat yang sewajarnya berdasarkan atas morfologi dan organismanya.


Dalam kelas Mammalia terdapat satu sub-golongan atau suku, yaitu Primat. Dalam suku ini, semua jenis kera mulai dari yang kecil sebesar tupai seperti Tarsii, sampai kepada kera-kera seperti gorilla, dikelaskan menjadi satu dengan manusia. Suku Primat dibagi menjadi dua sub-suku yakni sub-suku Prosimii dan sub-suku Anthropoid. Oleh para ahli biologi manusia ditempatkan ke dalam sub-suku Anthropoid, yang sebaliknya dibagi khusus menjadi tiga infra-suku : infra-suku Ceboid, infra-suku Cercopithecoid, dan infra-suku Hominoid. Infra-suku Hominoid kemudian dibagi lebih khusus lagi ke dalam dua keluarga, yaitu keluarga Pongidae dan keluarga Hominidae. Keluarga Pongidae menggolongkan menjadi satu beberapa macam kera besar terutama yang hidup di daerah tropis di Asia dan Afrika, seperti kera gibbon, orangutan, chimpanzee, dan gorilla. Sedangkan keluarga Hominidae menggolongkan menjadi satu manusia purba sejenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal dan dengan manusia sekarang, atau Homo Sapiens.

2. EVOLUSI CIRI-CIRI BIOLOGI
Sumber Ciri-Ciri Organisma Fisik. Dalam proses evolusi itu bentuk-bentuk mahluk yang baru timbul sebagai proses pencabangan dari bentuk-bentuk mahluk yang lebih tua.
Di manakah letak sumber daripada cirri-ciri biologi yang menyebabkan berbagai cirri organisma lahir, dan bagaimanakah cirri-ciri biologi itu dapat berubah? Menurut para ahli biologi cirri-ciri biologi itu termaktub di dalam gen. Organisma dari semua mahluk di dunia tidak hanya mahluk satu sel tetapi juga kera atau manusia, terdiri dari sel. Setiap sel mempunyai inti yang sama. Setiap inti sel manusia misalnya, terdiri dari 46 bagian khromosom. Pada khromosom-khromosom inilah terletak beribu-ribu pusat kekuatan dengan berbagai macam struktur biokimia yang khas. Satu pusat kekuatan itulah yang disebut gen. Satu gen, atau kombinasi dari beberapa gen, menjadi penyebab dari satu cirri lahir organisma, sedangkan ada pula satu gen yang menjadi penyebab dari adanya beberapa ciri lahir.
Pada waktu konsepsi, apabila sel sperma berpadu dengan sel telur, maka akan terjadi suatu sel buah, atau zygote. Seluruh tubuh organisma baru akan timbul dari zygote tadi, dengan suatu proses yang disebut mitosis.
Proses mitosis bagi semua sel itu sama saja, tetapi suatu terkecualian tampak pada timbulnya sel-sel gamete, atau sel-sel sex (yaitu sel-sel sperma laki-laki dan sel telur pada wanita). Di sini sel-sel baru tidak timbul karena pembelahan dari tiap khromosom, tetapi karena pemisahan dari ke-46 khromosom menjadi dua golongan, A dan A1 yang masing-masing terdiri dari 23 khromosom, dan masuk ke dalam dua sel sex yang berbeda.
Dari ciri-ciri ayah dan ibu yang kebetulan dibawa oleh sel-sel sex tadi, juga tidak semua akan tampak dalam organisma yang baru melainkan hanya ciri-ciri pada gen yang kuat, atau dominan.
Anggapan ciri-ciri tubih tidak diturunkan melalui darah melainkan melalui saluran lain, sebenarnya telah lebih dari seabad lamanya diajukan oleh seorang pendeta bangsa Austria bernama Gregor Mendel. Secara empirikal dengan mengawinkan berpuluh-puluh angkatan dari buah kapri di pekarangan biara, ia mengobservasi proses menurunkan ciri-ciri organisma dalam kenyataan alam.
Mula-mula dunia ilmiah tidak sangat menaruh perhatian terhadap teori Mendel, dan perhatian baru timbul kembali ketika terbukti melalui penelitian gen itu, bahwa prinsip-prinsip proses menurunkan ciri-ciri organisma yang telah diajukan Mendel sejak lama itu cocok dengan kenyataan.

Perubahan Dalam Proses Keturunan. Kelompok-kelompok manusia yang mula-mula berasal dari sepasang nenek moyang, pada proses membanyak dan menyebar selalu mulai juga menunjukkan perbedaan-perbedaan ciri-ciri. Percabangan itu terjadi karena beberapa proses evolusi yang menurut analisa para ahli biologi dapat dibagi ke dalam tiga gologan : (i) proses mutasi; (ii) proses seleksi dan adaptasi; dan (iii) proses menghilangnya gen secara kebetulan (random genetic drif).
Mutasi adalah suatu proses yang berasal dari dalam organisma. Suatu gen yang telah lama diturunkan dari angkatan ke angkatan beribu-ribu tahun lamanya, pada suatu ketika, pada saat gen itu dibentuk pada suatu zygote yang baru, dapat berubah sedikit sifatnya.
Seleksi dan adaptasi adalah suatu proses evolusi yang berasal dari sekitaran alam. Menurut para ahli sekarang, banyak ciri baru yang terjadi karena mutasi pada kelompok-kelompok manusia itu, sering terbukti lebih cocok dengan sekitaran alam yang juga selalu berubah-ubah itu.
Menghilangnya gen tertentu sering juga disebabkan oleh peristiwa yang tidak berasal dari organisma atau dari sekitaran alam, tetapi yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kebetulan.

3. EVOLUSI PRMAT DAN MANUSIA
Proses Percabangan Mahluk Primat. Manusia itu merupakan suatu jenis mahluk yang telah bercabang melalui proses evolusi dari semacam mahluk Primat. Soal asal mula dan proses evolusi mahluk manusia itu secara khusus dipelajari dan diteliti oleh suatu sub-ilmu dan antropologi biologi, yaitu ilmu paleoantropologi, dengan mempergunakan sebagai bahan penelitian bekas-bekas tubuh manusia yang berupa fosil yang terkandung dalam lapisan-lapisan bumi. Walaupun masih terdapat banyak perbedaan pendapat antara para ahli paleoantropologi mengenai berbagai aspek dari proses percabangan itu, tetapi akhir-akhir ini mereka telah sepaham mengenai garis besar proses tersebut. Selain menganalisa data mengenai fosil-fosil kera dn manusia yang tersimpan dalam lapisan bumi, mereka juga mempergunakan data ilmu-ilmu lain seperti paleogeografi dan paleoekologi, serta metode analisa potassium-argon dari ilmu geologi.
Cabang pertama menurut penelitian-penelitian paling akhir, mahluk pertama dari suku Primat muncul di muka bumi sebagai suatu cabang dari mahluk Mammalia, atau binatang menyusui, sudah kira-kira 70.000.000 tahun yang lalu, di dalam suatu zaman yang oleh para ahli geologi disebut Kala Paleosen Tua. Rupanya telah terjadi paling sedikit lima proses percabangan. Percabangan yang tertua, yang timbul kira-kira 30.000.000 tahun yang lalu dalam Kala Eosen Akhir, adalah percabangan yang mengevolusikan kera gibbon (Hylobatidae).
Cabang kedua yang timbul kemudian, pada permulaan Kala Miosen kira-kira 20.000.000 tahun yang lalu, adalah kera Pongopygmeus atau Orangutan. Orangutan membiak dan menyebar melalui pucuk-pucuk pohon-pohon besar di daerah hutan rimba di Asia Baratdaya, Asia Selatan, hingga Asia Tenggara dalam jangka waktu satu dua juta tahun lamanya. Dalam pada itu, kira-kira pada bagia akhir Kala miosen terjadi beberapa perubahan besar pada kulit bumi dan pada lingkungan alamnya. Benua Afrika membelah dari Asia, dan dalam proses tersebut terjadilah Laut Merah dan Belahan bumi berupa lembah yang dalam, bernama Great Rift Valley. Orangutan tadi rupanya tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan besar dalam lingkungan alamnya tadi, lalu menghilang dari Afrika, Asia Baratdaya, dan Asia Selatan, tetapi bertahan di Asia Tenggara di mana hutan rimba lebat masih ada.
Cabang ketiga adalah sejenis mahluk yang menurut perkiraan para ahli menjadi nenek moyang manusia,. Percabangan ini terjadi kira-kira 10.000.000 tahun yang lalu pada bagian terakhir dari Kala Miosen. Fosil-fosil mahluk ini menunjukkan sifat yang lain daripada yang lain, yaitu ukuran badan raksasa yang jauh lebih besar daripada kera Gorilla yang hidup sekarang. Oleh para ahli fosil-fosil itu kini disebut Gigantanthropus (Kera-Manusia Raksasa). Namun karena perubahan-perubahan alam yang terjadi dalam bagian akhir Kala Miosen, maka seperti halnya dengan Orangutan juga, kera-manusia raksasa inimenghilang dari Afrika dan Asia Selatan dan hanya berthan di Asia Tenggara, hingga akhirnya kandas juga di sana karena sebab-sebab yang belum dapat dketahui.
Cabang keempat adalah cabang-cabang kera Pongid yang lain, yaitu Gorilla dan Chimpanze, yang terjadi kira-kira 12.000.000 tahun yang lalu pada akhir Kala Miosen. Kedua mahluk kera dari Afrika ini dapat menyesuaikan diri dengan berevolusi mengembangkan organisma yang dapat hidup di pohon maupun di darat. Di daerah hutan di Afrika Tengah berlangsung evolusi organisma dari kera Gorilla, sedangkan di daerah hutan Afrika Barat berlangsung evolusi organisma dari Chimpanzee.

Mahluk Primat Pendahuluan Manusia. Kira-kira seabad yang lalu para ahli biologi dan paleoantropologi masih mengira bahwa soal siapakah nenek moyang manusia itu, dapat dipecahkan dengan usaha mnemukan sejenis mahluk yang telah kandas, yang merupakan penghubung antara kera dan manusia dalam silsilah hidup. Dengan demikian usaha terpenting dari para ahli tersebut adalah mencari mahluk penghubung yang hilang, atau missing link, dalam silsilah perkembangan alam mahluk di muka bumi.
Sekarang, dengan kemajuan-kemajuan di bidang ilmu-ilmu paleoantropologi dan geologi, konsepsi para ahli mengenai soal missing link itu sudah berubah. Mahluk itu sudah tidak dipandang sebagai suatu mahluk yang berada di antara kera dan manusia, tetapi sebagai seekor mahluk pendahuluan (precursor) atau mahluk-induk yang mendahului baik kera besar (Pongid) maupun manusia, yang kedua-duanya hanya merupakan spesialisasi khusus dari mahluk induk tadi.
Terutama dengan kegiatan penelitian paleoantropologi pada permulaan abad ke-20 ini para ahli sudah mempunyai pendirian yang cukup mantap mengenai mahluk-mahluk ini. Mahluk Primat yang dianggap menurunkan jenis-jenis kera besar. Mahluk yang oleh para ahli diberi nama Dryopithecus itu hidup dalam akhir Kala Oligosen serta permulaan Kala Miosen, kira-kira 21.000.000 tahun yang lalu di hutan-hutan di daerah yang kini menjadi Eropa Selatan dan Afrika Utara.
Sebaliknya, pengetahuan mereka mengenai nenek moyang yang langsung dari manusia kini, sudah mulai cukup mantap. Mahluk yang disebut pendahuluan itu adalah mahluk, yang sudah dapat berjalan tegak di atas kedua kaki belakangnya secara lama terus-menerus sepanjang jarak-jarak yang cukup jauh yang hidup dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari rata-rata delapan sampai sepuluh individu, dan yang secara berkelompok telah dapat melawan binatang-binatang penyaingannya yang lain.
Fosil dari keluarga Australopithecus yang akhir-akhir ini dalam tahun 1959 ditemukan, adalah fosil dari Lembah Oldovai di Tanzania di Afirika Timur. Banyak ahli antropologi terkemuka pernah meneliti dan menganalisa fosil-fosil Australopithecus, sedangkan fosil dari Lembah Oldovai dianalisa oleh L.S.B. Leakey dengan menggunakan metode baru untuk menganalisa umur dari lapisan bumi, yaitu metode potassium argon. Hasil analisa itu adalah kesimpulan bahwa mahluk yang diberinya nama khusus, yakni Zinjanthropus, itu hidup di daerah sabana di Afrika Timur kurang-lebih 2.000.000 tahun yang lalu, dan bahwa ia merupakan mahluk induk manusia yang paling dekat.
Kala Es atau kala Glasial adalah zaman ketika seluruh Eropa Utara sampai kira-kira garis pegunungan Alp di Negara Swiss sekarang, ketika sebagian dari Asia Utara, ketika seluruh Kanada dan Amerika Utara sampai kira-kira garis daerah danau-danau Michigan sekarang, dan ketika pucuk Selatan Amerika Selatan tertutup dengan palisan es yang tebal (gletcher).
Rangkaian Kala Glasial terakhir menurut para ahli merupakan suatu seri dari empat Kala Glasial dan Interglasial yang mulai kira-kira 4.000.000 tahun yang lalu dan berakhir dengan Kala Glasial keempat dari seri terakhir baru kira-kira 200.000 tahun yang lalu.

Bentuk-Bentuk Manusia Tertua. Dalam tahun 1898 seorang dokter Belanda, Eugene Dubois, telah mendapatkan di lembah Sungai Bengawan Solo, dekat Desa Kedung Brubus, dan kemudian lagi dekat Desa Trinil di Jawa Timur, sekelompok tengkorak atas, rahang bawah, dan sebuah tulang paha. Tengkorak atas seolah-olah sebuag tengkorak seekor kera besar, giginya pun menunjukkan sifat manusia, sedangkan pahanya menunjukkan bahwa mahluk itu berdiri tegak. Dubois member nama Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan tegak).
Di dekat Desa Ngandong, juga di lembah Bengawan Solo, di sebelah utara Trinil, oleh seorang geologi Jerman bernama G.H.R. von Koningswald ditemukan berupa 14 fosil Pithecanthropus yang oleh ahli antropologi Indonesia, Teukeu Jacob, yang meneliti ke-14 fosil itu secara mendalam sekali, menyebutnya Pithecanthropus Soloensis.
Dua buah penemuan lain dalam tahun 1936 di Desa Perning dekat majakerta dan di Desa Sangiran dekat Surakarta, mempunyai arti sangat khusus karena kedua fosil tadi terletak sebagai deposit sekunder dalam lapisan Pleistosen tetapi di bagian yang sangat tua (Lower Pleisticene), dan diperkirakan berumur kira-kira 2.000.000 tahun. Fosil-fosil itu sekarang disebut Pithecanthropus Majakertensis.
Akhirnya perlu juga disebut suatu penemuan lain yang juga menarik, yang dilakukan oleh G.H.R. von Konigswald dalam tahun 1941 di dekat Desa Sangiran juga, dlam lapisan bumi Pleistosen Tua, suatu fosil yang berupa bagian rahang bawah yang bersifat rahang manusia, tetapi yang ukurannya luar biasa besarnya melebihi ukuran gorilla laki-laki. Karena besarnya fosil tersebut oleh para ahli diberi nama Meganthropus Paleojavanicus.
Di luar Indonesia juga ditemukan beberapa fosil Pithecanthropus Erectus. Di dalam suatu gua dekat Chou Kou-tien di sebelah barat Peking, di antara tahun 1927 dan 1936 telah ditemuka fosil-fosil tersebut dalam beberapa penggalian yang berturut-turut. Oleh para ahli, mahluk yang meninggalkan bekas-bekas tersebut diberi nama Pithecanthropus Pekinensis (Pithecanthropus dari Peking).
Ahli paleoantropologi Indonesia, Teukeu Jacob, juga meragukan pendapat bahwa mahluk Pithecanthropus sudah mempunyai kebudayaan. ia tidak hanya mendasarkan pendiriannya atas fakta bahwa tak pernah ditemukan bekas-bekas alat-alat bersama dengan fosil tersebut, tetapi juga berdasarkan fakta bahwa volume otak Pithecanthropus masih terlampau kecil dibandingkan dengan manusia sekarang, untuk dapat dianggap mempunyai akal dan yang terpenting ialah bahwa rongga mulut tengkorak Pithecanthropus menunjukkan bahwa mahluk itu belum dapat menggunakan bahasa.
Mahluk Pithecanthropus termasuk Meganthropus Paleojavanicus itu memang oleh para ahli paleoantropologi sekarang dianggap sebagai mahluk pendahuluan manusia di kawasan luas Asia, khususnya Asia Tenggara, dalam suatu jangka waktu yang sangat panjang, yaitu dari 2.000.000 hingga 200.000 tahun yang lalu. Ia hidup dalam kelompok-kelompok berburu kecil yang terdiri dari 10 hingga 12 individu. Namun karena mempergunakan alat-alat berburu belum berpola secara mantap dan sadar, ia belum dapat dianggap telah berkebudayaan, dan karena itu pula belum dapat dianggap sepenuhnya sebagai mahluk manusia.
Sementara itu mahluk Pithecanthropus berevolusi terus; isi otaknya menjadi lebih besar, tenggorokan, rongga mulut, lidah, dan bibir berevolusi sedemikian rupa sehingga ia dapat membuat variasi suara yang makin lama makin banyak dam complex, sehingga terjadi bahasa.
Bahasa juga menyebabkan lebih berkembangnya otak, begitu juga sebaliknya. Karena itu Teukeu Jacob memang benar menganggap bahwa kedua unsur dalam kehidupan manusia, yaitu akal dan bahasa, merupakan landasan yang memungkinkan kebudayaan berevolusi.
Mahluk yang telah mempunyai kebudayaan itulah yang baru dapat disebut mahluk manusia secara penuh. Mahluk Pithecanthropus berevolusi menjadi mahluk semacam itu dalam jangka waktu yang sangat lambat, yaitu lebi dari 1.500.000 tahun lamanya.

Bantuk Manusia Dari Kala Pleistosen Muda. Salah satu ditemukan dalam tahun 1856 dalam suatu gua di lembah Sungai Neander dekat Kota Dusseldorf, di Jerman, dan menjadi terkenal dengan nama Homo Neandertalensis (Manusia dari Lembah Neander).
Di luar Eropa mahluk jenis Homo Neandertal meninggalkan sisa-sisanya di Palestina, di mana telah ditemukan beberapa fosil semacam Neandertal yang disebut Homo Palestinensis.
Hampir semua fosil Homo Neandertal dan fosil-fosil sebangsa terdapat berdekatan dengan berbagai macam alat batu, sisa-sisa kebudayaan lama, yang memberikan kepada kita sekedar keterangan mengenai kehidupan mahluk Homo Neandertal sebagai manusia yang telah berkebudayaan itu.
Para ahli memang sudah menganggap bahwa suatu fosil yang ditemukan dalam suatu gua di Broken Hill di Rhodesia, Afrika Selatan, sebagai mahluk purba yang termasuk jenis Neandertal juga, tetapi akhir-akhir ini mahluk tadi, yang diberi nama Homo Rhodesiensis, sudah tidak dogolongkan menjadi satu dengan Homo Neandertal lagi. Para ahli menganggapnya sebagai nenek moyang yang berasal dari zaman yang sudah sangat tua dari penduduk Afrika ras negroid sekarang.
Teukeu Jacob menulis suatu dissertasi yang dipersembahkan kepada Universitas Utrecht di Neaderland dengan judul Some Problems Pertaining to The Racial History of the Indonesian Region (1967), maka terbukti bahwa Homo Soloensis dari Ngandong mempunyai ciri-ciri yang menyebabkan berada lebih dekat dengan Pithecanthropus Erectus, dibandingkan dengan Homo Neandertal. Maka oleh Teukeu Jacob fosil-fosil Ngandong itu disebut mahluk Pithecanthropus Soloensis.
Manusia Neandertal dan sejenisnya pada akhir-akhir ini ada pendirian yang lebih mantap dengan bukti-bukti yang baru, bahwa Homo Neandertal itu tidak kandas melainkan telah berevolusi dalam jangka waktu yang kira-kira 120.000 tahun menjadi manusia Homo Sapiens yang sekarang ini.

Manusia Sekarang atau Homo Sapiens. Bekas-bekas Homo Sapiens yang tertua juga terkandung dalam lapisan-lapisan Pleistosen Muda, yang berarti bahwa mahluk hidup pada akhir Kala Glasial Terakhir, atau kurang lebih 80.000 tahun yang lalu. Mulai zaman setelah itu, yaitu Zaman Holosen, semua penemuan fosil manusia ditemukan bersama bekas-bekas kebudayaan dan mulai menunjukkan perbedaan keempat ras pokok yang pada saat itu menduduki muka bumi kita ini, yaitu : (1) Ras Australoid yang hamper kandas dan yang kini sisa-sisanya masih hidup di daerah pedalaman Benua Australi; (2) Ras Mongoloid yang kini malahan merupakan ras yang paling besar jumlahnya dan yang paling luas daerah persebarannya; (3) Ras Kaukasoid yang kini tersebar terutama di Eropa, Afrika di sebelah utara Gurun Sahara, di Asia Baratdaya, di Australi, dan Benua Amerika Utara dan Selatan dan (4) Ras Negroid yang kini menduduki Benua Afrika sebelah selatan Gurun Sahara.
Mahluk manusia Homo Sapiens yang pertama-tama menunjukkan ciri-ciri ras Australoid adalah mahluk yang fosilnya ditemukan di dekat Desa Wajak di lembah Sungai Brantas, dekat Tulungangung, Jawa Timur bagian selatan, dalam lapisan bumi Pleistosen Muda. Fosil tersebut, yang disebut Homo Wajakensis, diperkirakan hidup kira-kira 40.000 tahun yang lalu. Teukeu Jacob mengajukan teori bahwa di daerah yang sekarang menjadi Iran, telah berkembang dari Ras Wajak ini suatu ras khusus yang menjadi nenek moyang penduduk asli Australi sekarang, yang merupakan sisa-sisa hidup dari Australoid.
Mahluk manusia Homo Sapiens yang pertama-tama menunjukkan ciri-ciri Ras Mongoloid adalah mahluk yang fosilnya ditemukan dekat gua Chou-Kou-tien, di mana ditemukan fosil Pithecanthropus Pekinensis. Homo Sapiens Pekinensis ini, yang merupakan nenek moyang dari semua ras khusus Mongoloid di Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Utara, Asia Timur Laut, dan Benua Amerika Utara dan Selatan, dianggap hidup di antara 40.000 hingga 30.000 tahun yang lalu.
Mahluk manusia Homo Sapiens yang pertama-tama menunjukkan ciri-ciri Ras Kaukasoid adalah mahluk yang fosilnya ditemukan dekat Desa Les Eyzies di Perancis. Dalam dunia paleoantropologi, fosil itu terkenal dengan nama Homo Sapiens Cromagnon, yaitu hidup kira-kira 60.000 tahun yang lalu dan dianggap nenek moyang penduduk Eropa sekarang.
Mahluk manusia Homo Sapiens yang pertama-tama menunjukkan ciri-ciri Ras Negroid adalah mahluk yang fosilnya ditemukan di tengah-tengah Gurun Sahara, di dekat Asselar, kira-kira 400 Km sebelah Timur Laut Timbuktu, menurut para ahli paleoantropologi, mahluk Homo Sapiens Asselar ini, hidup hanya kira-kira 14.000 tahun yang lalu.

4. ANEKA WARNA MANUSIA
Salah Paham Mengenai Konsep Ras. Mahluk manusia yang tersebar di muka bumi dan yang hidup di dalam segala macam sekitaran alam, menunjukkan suatu aneka warna fisik yang tampak nyata. Ciri-ciri lahir seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut, bentuk bagian-bagian muka, dan seagainya memnyebabkan bahwa aneka warna itu ampak dengan sekejap pandangan, dan menyebabkan timbulnya pengertian “ras”.
Dengan demikian timbul misalnya anggapan bahwa ras Caucasoid atau ras kulit putih, lebih kuat daripada ras-ras lain. Lebih dari itu ada anggapan bahwa ras kulit putih pada dasarnya juga lebih pandai, labih maju, lebih luhur, pendeknya lebih tinggi rohaninya daripada ras-ras lain.
Anggapan mengenai keunggulan jasmani serta rohani ras-ras kulit putih terhadap ras-ras lain tersebut, kemudian malah dikuatkan lagi oleh teori-teori yang bersifat sok-ilmiah, yang berasal dari sarjana-sarjana reaksioner dan merupakan suatu reaksi terhadap pergolakan rakyat yang mulai menggoncangkan banyak sistem kekuasaan di negara-negara Eropa Barat, serta yang pada akhir abad ke-18 menyiarkan pendirian-pendirian tentang persamaan semua mahluk manusia. Contoh daripada reaksi terhadap pendirian serupa itu adalah misalnya pendirian A. de Gobineau seperti termaktub dalam bukunya Essai sur l’Inegalite des Races Humanies (1853-1855), yang mengatakan bahwa ras yang paling murni dan unggul di dunia adalah ras Arya. Di Jerman anggapan De Gobineau telah diperluas dengan anggapan dari aliran Nasional Sosialis (Nazi) di bawah A. Hitler, bahwa orang Jerman sebagai keturunan langsung ras Arya, telah ditakdirkan menguasai seluruh dunia.

Metode-Metode Untuk Mengkelaskan Aneka Ras Manusia. Dalam hal itu para sarjana terutama memperhatikan ciri-ciri lahir, atau ciri-ciri morfologi, pada tubuh individu-individu berbagai bangsa di dunia. Ciri-ciri morfologi itu yang dalam praktek merupakan ciri-ciri fenotipe, terdiri dari dua golongan, yaitu : (a) ciri-ciri kualitatif (seperti warna kulit, bentuk rambut, dan sebagainya), dan (b) ciri-ciri kuantitatif (seperti berat badan, ukuran badan, index cephalicus, dan sebagainya). Untuk mengukur ciri-ciri kuantutatif tadi secara teliti, dalam ilmu antropologi fisik telah berkembang metode-metode pengukuran yang selalu dipertajam dan yang disebut metode-metode antropometri. Metode klasifikasi yang hanya berdasarkan morfologi ini ternyata kurang memuaskan karena himpunan ciri-ciri pada individu sesuatu kelompok manusia selalu terbukti sedemikian komplexnya hingga sukar dicakup ke dalam golongan-golongan khusus.
Akhir-akhir ini dalam ilmu antropologi fisik, klasifikasi yang hanya berdasarkan morfologi telah dianggap tidak begitu penting lagi. Para sarjana sekarang lebih tertarik akan masalah sebab-sebab daripada perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan antara ras-ras manusia. Dengan demikian dalam hal mengklasifikasikan ras-ras, para sarjana sekarang juga mencoba membangun suatu klasifikasi yang filogenik. Dengan ini dimaksud suatu klasifikasi yang kecuali hanya menggambarkan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara ras-ras, juga menggambarkan hubungan-hubungan asal-usul antara ras-ras serta percabangannya.

Salah Satu Klasifikasi Dari Aneka Ras-Ras Manusia. Adanya berabagai sistem klasifikasi itu disebabkan karena tiap sarjana mempergunakan salah satu ciri tertentu sebagai dasar klasifikasianya, sehingga ada misalnya : klasifikasi C. Linnaeus (1725) yang mempergunakan warna kulit sebagai ciri terpenting dalam sistemnya; klasifikasi J.F. Blumenbach (1755) yang mengkombinasikan ciri-ciri morfologi dengan geografi dalam sistemnya; klasifikasi J. Deniker (1889) yang memakai warna dan bentuk rambut sebagai ciri-ciri terpenting dalam sistemnya.
Di bawah ini akan diberikan suatu klasifikasi yang berasal dari A.L. Kroeber di mana tampak secara terang garis besar penggolongan ras-ras yang terpenting di dunia serta hubugannya satu sama lain.

1. AUSTRALOID
Penduduk Asli Australia
2. MONGOLOID
2.1. Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, Asia Timur)
2.2. Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Kep. Indonesia, Malaysia, Filipina dan penduduk asli Taiwan)
2.3. American Mongoloid (Penduduk asli Benua Amerika Utara dan Selatan dari orang Eskimo di Amerika Utara sampai penduduk Terra del Fuego di Amerika Selatan)
3. CAUCASOID
3.1. Nordic (Eropa Utara sekitar Laut Baltik)
3.2. Alpine (Eropa Tengah dan Timur)
3.3. Mediterranean (Penduduk sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran)
3.4. Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka)
4. NEGROID
4.1. African Negroid (Benua Afrika)
4.2. Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Melayu, Filipina)
4.3. Melanesian (Irian, Melanesia)
5. RAS-RAS KHUSUS
(Tidak dapat diklasifikasikan ke dalam keempat ras pokok)
5.1. Bushman (Di daerah Gurun Kalahari di Afrika Selatan)
5.2. Veddoid (Di pedalaman Srilangka dan Sulawesi Selatan)
5.3. Polynesian (Di Kepulauan Mikronesia dan Polinesia)
5.4. Ainu (Di Pulau Karafuto han Hokaido di Jepang Utara)

5. ORGANISMA MANUSIA
Perbedaan Organisma Manusia dan Organisma Binatang. Mahluk manusia adalah mahluk yang hidup dalam kelompok, dan mempunyai organisma yang secara biologis sangat kalah kemampuan fisiknya dengan jenis-jenis binatang berkelompok yang lain. Walaupun demikian otak manusia telah berevolusi paling jauh jika dibandingkan dengan mahluk lain. Otak manusia, yang telah dikembangkan oleh bahasa, tetapi yang juga mengembangkan bahasa mengandung kemampuan akal, yaitu kemampuan untuk membentuk gagasan-gagasan dan konsep.
Bahasa menyebabkan bahwa manusia tidak hanya dapat belajar mengenai keadaan sekitarnya dengan mengalami konkret peristiwa yang bersangkutan dengan keadaan-keadaan tadi, tetapi juga secara abstrak tanpa menyelami sendiri peristiwa tersebut.
Dengan demikian bahasa manusia itu mengabstraksikan dan menyimpan tiap pengetahuan baru ke dalam lambang vokal atau kata-kata baru, yang maki lama makin banyak jumlahnya. Generasi manusia berikutnya tidak perlu mengalami kembali setiap peristiwa yang telah terjadi di dalam alam sekitarnya untuk mendapat pengetahuan tentang kedaaan alam itu tadi. Mereka cukup belajar dari generasi-generasi sebelumnya mengenai segala pengetahuan yang telah dimiliki melalui uraian dengan bahasa, serta menambahnya lagi dengan pengalaman-pengalaman baru mereka sendiri.
Dengan bahasa, maka pengetahuan manusia selama berpuluh-puluh ribu generasi sejak zaman mahluk induk Australopithecus berkeliaran di daerah-daerah sabana di Afrika Selatan hingga sekarang itu, telah berakumulasi, yaitu telah bertimbun membanyak menjadi himpunan akal manusia yang merupakan dasar dari apa yang disebut kebudayaan manusia.
Kemampuan organisma manusia memang terbatas jika dibandingkan dengan mahluk-mahluk lain. Walaupun demikian kapasitas otaknya yang unggul yang berupa akal tadi, menyebabkan ia dapat mengembangkan sistem pengetahuan yang menjadi dasar dari kemampuannya untuk membuat bermacam-macam alat-alat hidup.
Kemampuan otak manusia untuk membentuk gagasan-gagasan dari konsep-konsep dalam akalnya menyebabkan bahwa manusia dapat membayangkan dirinya sendiri sebagai suatu entitas tersendiri, lepas dari lingkungan dan alam sekelilingnya. Manusia juga mempunyai kemampuan untuk membayangkan dengan akalnya peristiwa-peristiwa yang mungkin dapat terjadi terhadapnya, baik yang bahagia dan menyenangkan, maupun yang sengsara dan menakutkan. Rasa takut yang terbesar adalah rasa takut terhadap peristiwa yang ia sadari pasti akan terjadi padanya, ialah tibanya maut. Kesadaran akan tibanya maut inilah yang merupakan salah satu sebab timbulnya suatu unsur penting dalam kehidupan manusia, yaitu religi.
Kemampuan otak manusia, yang kita sebut akal budi itu telah menyebabkan berkembangnya sistem-sistem yang dapat membantu menyambung keterbatasan kemampuan organismanya itu. Keseluruhan dari sistem-sistem itu, yaitu (1) sistem perlambangan vokal atau bahasa; (2) sistem pengetahuan; (3) organisasi sosial; (4) sistem peralatan hidup dan teknologi; (5) sistem mata pencaharian hidup; (6) sistem religi; dan (7) kesenian, adalah yang disebut kebudayaan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INFO KSH : SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI KSH FH UNPAD ---- INFO KSH : PELANTIKAN KSH FH UNPAD @ VILLA ISTANA BUNGA, 10-11 NOVEMBER 2012